Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo memberikan sambutan pada sidang terbuka acara Dies Natalis IPB yang ke-54. Di dalam sambutan itu presiden menyebutkan bahwa banyak lulusan pertanian (mungkin ditujukan untuk lulusan IPB) yang bekerja di bank. Hal tersebut sepertinya telah menyentil banyak pihak, khususnya lulusan pertanian di luar IPB yang nggak bekerja di dunia pertanian. Banyak pula para alumni yang akhirnya buka suara dan menyampaikan pendapat mereka. Ada yang secara lapang dada minta maaf karena belum bisa berkontribusi di pertanian, adapula yang berujung menuntut sistem pemerintahan yang ada.
Di sini, saya nggak akan menanggapi tentang sambutan presiden tersebut. Sebab saya pernah menuliskannya pada postingan. Saya lebih ingin berbagi tentang bagaimana pengalaman saya saat dulu (agak terpaksa) mengenyam di bangku kuliah di bidang pertanian.
1. Nggak punya background pertanian sama sekali tapi nekat milih jurusan yang ada embel-embel pertaniannya
Jurusan yang saya ambil saat kuliah adalah Sosial Ekonomi Pertanian. Program studi yang saya pilih adalah Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian. Sebenarnya saya nggak sengaja sih milih jurusan itu. Kalau boleh dibilang, dulu saya hanya cap-cip-cup aja milih jurusan. Yang penting bisa merasakan kuliah dengan ilmu komunikasinya. Padahal kalau ditilik lebih lanjut, sebenarnya saya nggak ada skill atau background pertanian sama sekali sih. Paling banterjuga hanya bantuin ibu nyiram tanaman di halaman depan. Itu pun kalau lagi nggak mager (tetep ya mager -_-).
2. Awalnya berpikir “Alah paling kuliahnya gampang. Segampang main game“
Keberanian buat mengenyam pendidikan di bidang pertanian semakin dikuatkan dengan pengalaman mengelola tanah pertanian secara virtual di Harvest Moon. Dari sekolah dasar sampai sekarang (iya sampai sekarang tahun 2017) saya tetap setia dengan game penuh kenangan itu. Ternyata setelah dijalani, kuliah di pertanian itu nggak segampang main Harvest Moon. Jika di Harvest Moon hanya membutuhkan waktu tujuh hari dari menebar benih jagung sampai panen, di dunia nyata butuh enam bulan. Di dalam game juga tinggal disiram aja tiap hari. Kalau pas lagi males nyiram dan panen, tinggal minta tolong ke peri aja dengan modal satu kotak tepung.
Kebosanan kuliah sudah saya rasakan di akhir tahun pertama kuliah. Mata kuliah yang berhubungan dengan teknis-teknis pertanian seperti budidaya tanaman semusim, pengelolaan air, rancangan percobaan, dan yang lainnya, saya jalani dengan sepenuh hati. Sedangkan mata kuliah yang ada hubungannya dengan komunikasi seperti fotografi pertanian, audio-video hingga jurnalistik pertanian, saya jalani dengan penuh euforia. Bahkan untuk skripsi, saya juga agak nyeleneh dan berbeda dengan kebanyakan orang. Jika yang lain berlomba meneliti kelompok tani, saya justru lebih tertarik dengan blog.
3. Kuliahnya sulit, pas udah lulus juga sulit untuk mencari pekerjaan yang berhubungan dengan pertanian
Iya, iya, kamu pasti gemes pengin bilang, “Kalau mau gampang, ya nggak usah kuliah!” Tapi sebelum ngomong seperti itu, coba deh rasain selama hampir 3 jam duduk dan mengikuti kuliah dengan tema Rancangan Percobaan Pertanian atau Fisiologi Tumbuhan :’) Apalagi mata kuliah yang lainnya kemungkinan besar nggak kamu butuhkan untuk lulus atau pas bekerja nanti.
Inti dari tulisan ini sekadar ingin mengajakmu kembali main Harvest Moon lagi. Biar bisa mengenang kembali masa-masa kejayaan PS1 semasa SD dulu. Hahahaha nggak ding! Intinya mau berbagi aja kalau kuliah di pertanian itu sulit. Plus cari kerjanya juga sulit. Jadi jika hanya mengandalkan selembar ijazah tanpa skill yang lain, bisa jadi sulitnya cari kerjaan juga semakin menjadi-jadi.
sumber: www.Hipwee.com
0 komentar:
Posting Komentar